Pengertian APHB
APHB adalah Akta Pembagian Hak Bersama, yaitu dokumen otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk memisahkan kepemilikan bersama atas tanah atau properti menjadi hak individu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, APHB memiliki kekuatan hukum yang menjadi dasar sah bagi setiap pihak yang menerima bagian dari pembagian tersebut.
Dengan adanya APHB, pembagian kepemilikan yang sebelumnya bersifat bersama dapat dilakukan secara resmi, tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan menghindari sengketa di kemudian hari.
Baca Juga: Kenali Bunga Floating KPR dan Bagaimana Cara Antisipasinya!
Fungsi APHB
Fungsi utama APHB adalah memberikan kepastian hukum dalam pembagian hak atas tanah atau properti. Berdasarkan panduan di situs resmi BPN, APHB menjadi bukti otentik yang diakui negara untuk memisahkan kepemilikan bersama menjadi hak individual yang jelas.
Manfaat APHB antara lain:
- Menjadi dasar hukum yang jelas bagi masing-masing pihak.
- Menghindari sengketa kepemilikan di kemudian hari.
- Mempermudah proses jual beli atau pengalihan hak di masa depan.
- Memastikan pencatatan resmi di BPN untuk sertifikat baru.
Proses Pembuatan APHB
1. Kesepakatan Para Pemegang Hak
Semua pihak yang memiliki hak bersama harus menyepakati pembagian tersebut terlebih dahulu.
2. Persiapan Dokumen
Berdasarkan prosedur dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, dokumen yang biasanya diperlukan antara lain:
Dokumen | Keterangan |
Sertifikat tanah | Asli dan sesuai nama pemilik |
KTP para pihak | Pemegang hak dan penerima bagian |
Dokumen waris/hibah | Jika relevan |
Bukti bayar pajak | PPh, BPHTB (sesuai ketentuan) |
3. Pembuatan Akta oleh PPAT
PPAT menyusun dan membacakan akta di hadapan semua pihak untuk memastikan kesepakatan dan kejelasan pembagian.
4. Pendaftaran ke BPN
Setelah ditandatangani, APHB didaftarkan ke BPN untuk penerbitan sertifikat individual bagi masing-masing pihak.
Kapan APHB Diperlukan?
APHB umumnya dibutuhkan pada situasi berikut:
- Warisan — pembagian aset tanah atau rumah kepada ahli waris.
- Hibah — pembagian properti yang dihibahkan kepada beberapa pihak.
- Pembelian Bersama — misalnya suami-istri atau mitra bisnis membeli tanah lalu membaginya.
- Perceraian — pembagian aset bersama sesuai kesepakatan atau putusan pengadilan.
Baca Juga: Cara Menghemat Listrik di Rumah Modern agar Tagihan Lebih Hemat
Perbedaan APHB dan AJB
Banyak orang keliru membedakan APHB dengan AJB (Akta Jual Beli). Perbedaan utamanya adalah:
Aspek | APHB | AJB |
Tujuan | Membagi hak bersama menjadi hak individu | Mengalihkan hak dari satu pihak ke pihak lain |
Pihak Terlibat | Semua pemilik bersama | Penjual & pembeli |
Sifat Hak | Tidak mengubah total kepemilikan, hanya memisahkan bagian | Mengubah kepemilikan secara penuh |
Pajak & Biaya Terkait APHB
Dalam pembuatan APHB terdapat kewajiban pajak, seperti:
- PPh (Pajak Penghasilan) — dibayar oleh pihak yang menerima penghasilan dari pembagian aset.
- BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) — dibayar oleh pihak yang memperoleh hak baru.
Catatan: Besaran pajak mengikuti peraturan terbaru, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Untuk kepastian, konsultasikan dengan PPAT atau kantor pajak setempat.
Kenali Dokumen Penting Anda!
APHB adalah dokumen legal yang sangat penting untuk memastikan pembagian kepemilikan tanah atau properti dilakukan secara resmi, adil, dan sah di mata hukum. Menurut BPN, tanpa APHB, pembagian kepemilikan hanya bersifat lisan atau informal, yang berpotensi memicu perselisihan di kemudian hari.
Bagi Anda yang sedang menghadapi pembagian aset bersama, segera konsultasikan dengan PPAT untuk menyusun APHB sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.